TEMU ILMIAH IPLBI

Slamet Zarkasih1, Nugraha Sulaiman Irsyad1, Agus S. Ekomadyo

1 Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
2 Dosen Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.

Email korespondensi: slametzarkasih@gmail.com

https://doi.org/10.32315/ti.6.i167

Abstrak

Fenomena perusahaan rintisan arsitektur (architecture startup enterprise) menarik untuk dikaji untuk melihat bagaimana desain arsitektur menjadi elemen bisnis bagi para arsitek muda yang memilih untuk mendirikan biro arsitekturnya sendiri. Plasis Asia merupakan salah satu perusahaan arsitektur rintisan yang baru didirikan tahun 2010 dan mengembangkan bisnis dalam bidang perencanaan, arsitektur dan perusahaan interior untuk pengembang, perusahaan, dan individu. Dengan menggunakan telaah Design Methods dari Jones (1970), artikel ini menelaah bagaimana metode desain Plasis Asia sebagai perusahaan rintisan arsitektur. Ditemukan, secara umum, Plasis Asia menggunakan pendekatan Glass Box dalam menentukan desain rancangannya, Hal ini terlihat dari langkah-langkah desain yang dilalui begitu sistematis. Proses desain secara umum diawali dari interpretasi terhadap dari kebutuhan klien, penjawaban permasalahan, dan antisipasi persoalan yang kemudian menghasilkan desain final. Proses desain lebih cenderung rasional, sehingga aspek-aspek intuitif sangat terbatas. Strategi desain yang dipilih oleh Plasis Asia pada umumnya adalah strategi bercabang (branching strategy), karena pada awal tahap desain Plasis Asia hampir selalu menawarkan beberapa alternatif desain kepada klien. Metode desain yang sistematis dan rasional ini merupakan konsekuensi dari karakter perusahaan rintisan arsitektur, yakni kuantitas proyek masih menjadi prioritas untuk pengembangan perusahaan saat ini, dan bukan membuat karya-karya arsitektur adiluhung (masterpiece).

Kata-kunci : metode desain, perusahaan rintisan arsitektur, Plasis Asia

Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 6.
I 167-172